Taylor Swift

Sabtu, 15 Juni 2013

RESENSI NOVEL DAN FILM ( Tugas IBD)

RESENSI NOVEL DAN FILM
TUGAS ILMU BUDAYA DASAR

Nama Pengarang    : Ahmad Tohari
Judul Novel           : Ronggeng Dukuh Paruk
Tahun Terbit          : 1982
Cetakan                 : 2003
Tebal Buku            : 408 halaman
Penerbit                 : Pt. Gramedia Pustaka Utama
Sutradara               : Ifa Isfansyah
Judul Film              : Sang Penari
Pemeran  Utama     :   -   Prisia Nasution ( Srintil )
-         Oka Antara ( Rasus )
Tahun Terbit           : 2011

Novel karya dari Ahmad Tohari ini sangat populer sehingga oleh Ifa Isfansyah di buat menjadi sebuah film yang sama seperti novelnya. Namun memang dalam penamaan judul buku dan film itu berbeda mungkin karena nama dalam judul buku itu bila di pandang dari sisi perfilm-an tidak baik maka di gantilah menjadi SANG PENARI.
Sinopsis Film :
Di dalam Novel atau filmnya di ceritakan bahwa di daerah Jawa Tengah masih ada tradisi yang di anut oleh masyarakat yaitu menjungjung tinggi sebuah tradisi tarian ronggeng. Sebut saja desa itu adalah Dukuh Paruk yang dulunya sempat mengalami masa kelam pada tahun 1953 silam. Santayib, pembuat tempe bongkrek Dukuh Paruk, tak sengaja menjual tempe bongkrek beracun, yang membunuh banyak warga, termasuk Surti ronggeng Dukuh Paruk. Penduduk dusun mulai panik dan rusuh, dan dalam kerusuhan tersebut, Santayib dan istrinya yang tidak mau di fitnah karena tempe bongkreknya beracun. Mereka pun memakan tempe tersebut di depan para warga dan benar tempe bongkrek itu beracun sehingga mereka pun meninggal di tempat. Putri dari pembuat tempe tersebut yang tidak lain adalah Srintil untungnya selamat di hari petaka untuk Dukuh Paruk dan dia pun di besarkan oleh kakeknya yang bernama Sakarya. Dan setelah kejadian tersebut, Dukuh Paruk kehilangan kehidupannya. Tarian ronggeng yang di puja warganya hilang karena tidak ada penerus setelah kematian Surti.
Sepuluh tahun kemudian, tahun 1963, Srintil dan Rasus yang sama-sama yatim piatu adalah teman yang sangat dekat sejak kecil. Rasus sendiri juga menyimpan perasaan cinta pada Srintil. Dengan kondisi Dukuh Paruk yang kelaparan dan mengalami depresi sejak kehilangan sang penari ronggeng. Srintil sendiri senang menari dari kecil. Kemampuan menarinya ternyata seperti mengandung kekuatan magis yang membuat Sakarya yakin bahwa Srintil bisa menjadi ronggeng. Suatu hari Sakarya mendapat pertanda bahwa Srintil akan menjadi ronggeng besar dan mampu menyelamatkan Dukuh Paruk dari kelaparan. Dia kemudian meyakinkan Srintil untuk menjadi ronggeng dan meminta Kertareja, dukun ronggeng Dukuh Paruk untuk menjadikan Srintil seorang ronggeng. Srintil percaya bahwa dengan menjadi ronggeng, dia bisa membayar dosa kedua orang tuanya dalam insiden tragis sepuluh tahun lalu. Dia kemudian mencoba untuk membuktikan dirinya dengan menari di makam Ki Secamenggala, pendiri Dukuh Paruk. Walaupun gagal meyakinkan Kartareja pada kali pertama, Rasus yang menaruh simpati pada tekad Srintil menolong Srintil dengan memberinya benda temuannya, sebuah pusaka ronggeng milik Surti, ronggeng Dukuh Paruk yang telah tiada. Setelah melihat pusaka tersebut, Sakarya akhirnya berhasil meyakinkan Kartareja. Srintil kemudian dipermak dan dirias oleh Nyai Kartareja untuk menjadi seorang ronggeng.
Kemunculan Srintil membuat kehidupan Dukuh Paruk lebih baik dari sebelumnya, karena sang penerus ronggeng mereka sudah ada kembali. Kepopuleran Srintil yang sampai ke Desa Dawuan, membuat Rasus, teman kecil sekaligus orang yang mencintainya, tidak senang dan nyaman. Menjadi ronggeng berarti bukan hanya dipilih warga dukuh untuk menari, namun juga untuk menjadi "milik bersama". Srintil harus melayani banyak lelaki di atas ranjang setelah menari. Setelah keberhasilan Srintil menari di makam Ki Secamenggala, Srintil harus menjalani ritual terakhir sebelum dia benar-benar bisa menjadi ronggeng yang disebut Bukak Klambu, di mana keperawanannya akan dijual kepada penawar tertinggi. Hal ini mengecewakan Rasus, yang mengatakan pada Srintil bahwa dia tidak senang dengan keputusannya menjadi ronggeng. Srintil mengatakan bahwa dia akan memberikan keperawanannya kepada Rasus, dan pada hari Bukak Klambu mereka berhubungan seks di sebuah kandang kambing. Malam itu juga, Srintil berhubungan seks dengan dua "penawar tertinggi" lainnya dan menjadi ronggeng sejati.
 Hancur hatinya, Rasus memutuskan untuk pergi dari Dukuh Paruk, meninggalkan Srintil yang patah hati. Dia kemudian bergabung dengan sebuah batalyon TNI yang bermarkas tak jauh dari Dukuh Paruk, di mana ia berteman dengan Sersan Binsar  yang juga mengajarkan dia membaca. Sementara itu, warga Dukuh Paruk yang dirundung kelaparan dan kemiskinan bertemu dengan seorang aktivis dan anggota Partai Komunis Indonesia, Bakar tiba di Dukuh Paruk dan meyakinkan petani Dukuh Paruk untuk bergabung dengan partai komunis, untuk menyelamatkan wong cilik (kelas bawah) Dukuh Paruk dari kelaparan, kemiskinan, dan penindasan para tuan tanah yang serakah.
Namun kemudian malapetaka politik terjadi di Jakarta tahun 1965, dan karena kebodohan mereka tentang politik, warga dukuh Paruk pun ikut terseret karena "keterlibatan" mereka dalam acara-acara kesenian rakyat tersebut. Setelah terjadinya percobaan kudeta yang gagal di Jakarta, Rasus dikirim oleh Sersan Binsar dalam misi untuk "mengamankan" orang-orang partai komunis di daerah. Namun, ketika giliran Dukuh Paruk tiba karena ikut terseret ke dalam pembantaian berdarah itu, Rasus bergegas kembali, meninggalkan rekan pasukannya ke kampung halamannya untuk mencari dan menyelamatkan cintanya, Srintil. Cinta mereka harus menghadapi akhir yang tragis di tengah-tengah situasi tergelap dalam sejarah politik Indonesia. Rasus menemukan Dukuh Paruknya telah hancur dan warganya telah hilang seperti ditelan bumi, hanya menyisakan Sakum yang buta. Sakum meminta Rasus untuk secepatnya mencari Srintil, namun pencarian Rasus akhirnya sia-sia. Rasus tiba di sebuah tempat tersembunyi tepat pada saat Srintil dan warga Dukuh Paruk dibawa oleh kereta pengangkut dan menghilang entah ke mana. Dan menurut kabar berita Srintil menjadi gila karena di kurung bertahun-tahun.
Selang beberapa tahun Srintil pulang ke Dukuh Paruk setelah dua tahun mendekam dalam tahanan politik dengan kondisi kejiwaan yang sangat tertekan. Ia berjanji menutup segala kisah dukanya selama dalam tahanan dan bertekad melepas predikat ronggengnya untuk membangun sebuah kehidupan pribadinya yang utuh sebagai seorang perempuan Dukuh Paruk, meskipun tidak mengetahui sedikitpun keberadaan Rasus.    

Srintil bertemu dengan Bajus. Bajus berjanji akan menikahi Srintil, sehingga Srintil berusaha mencintai Bajus. Tapi Srintil sangat kecewa, karena Bajus ternyata lelaki impoten yang justru hanya berniat menawarkannya kepada seorang pejabat proyek. Srintil pun mengalami goncangan jiwa dan akhirnya menderita sakit gila sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa oleh Rasus.

“Malam  telah sempurna gelap sebelum Nyai Sakarya dan Srintil mencapai Dukuh Paruk. Bulan tua baru akan muncul tengah malam sehingga cahaya bintang leluasa mendaulat langit. Kilatan cahaya bintang beralih memberi kesan hidup pada rentang langit. Tetapi bila kilatan cahaya itu berlangsung beberapa detik lamanya, dia menimbulkan rasa inferior; betapa kecilnya manusia di tengah keperkasaan alam. Di bawah lengkung langit yang megah Nyai Sakarya beserta cucunya merasa menjadi semut kecil yang merayap-rayap di permukaan bumi, tanpa kuasa dan tanpa arti sedikit pun.”

·        Unsur Intrinsik :
1.     Tema : tentang kebudayaan di dalam suatu daerah yaitu budaya Ronggeng.
2.     Tokoh dan penokohan :
Tokoh tokoh dalam novel atau film di atas yang menonjol di antaranya Srintil sang ronggeng, Rasus sebagai tentara, Sakarya, Kartareja dan istrinya.
-         Srintil : seorang anak yatim piatu yang bercita-cita sebagai ronggeng. Mempunyai keahlian dalam memikat hati lelaki, pandal menari dan juga cantik.
-         Rasus : seorang anak yatim piatu juga yang dari kecil sudah mengagumi kecantikan srintil karena merasa sosok ibunya ada di diri Srintil. Dia rajin, terbukti dia tumbuh menjadi pria dewasa di bawah pengawasan tentara dan rela meninggalkan Dukuh paruk.
-         Sakarya : kakeknya Srintil yang sangat mematuhi adat, dan sangat mempercayai keberadaan ki Secamenggala.
-         Kartareja dan istrinya : dukun ronggeng yang licik. Karena pada saat ritual bukak klambu untuk permulaan menjadi ronggeng mereka melakukan kelicikan pada sua orang pemuda yang berhasil membawa persyaratan karena mereka tidak ingin kehilangan harta yang melimpah.
Ada pun tokoh-tokoh lainnya seperti Darsun, Warta, Sakum, Santayib, Istri Santayib, Nenek Rasus, Nyai Sakarya, Siti, Ibu Siti, dan warga Dukuh Paruk lainnya, juga sang leluhur yang sosoknya selalu disebut-sebut warga Dukuh Paruk, Ki Secamenggala.
-         Alur : Campuran, karena terkadang ceritanya melaju ke masa depan namun juga terkadang mengulas masa lalu.

-         Setting : - Tempat : Jawa Tengah, Pedesaan Dukuh Paruk, Desa Dawuan, Jakarta.

-         Waktu : Tahun 1946 dan 1965, di sore hari dan malam hari

-         Sudut Pandang : di dalam novel, pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama. Karena pengarang menggunakan keakuannya pada tokoh Rasus yang seolah tahu semua hal yang terjadi pada semua tokoh lainnya.

-         Amanat : Dalam isi cerita novel tau filmnya dapat di ketahui bahwa amanat yang sangat jelas terlihat adalah kita memang harus mempercayai adat yang ada karena itu memang sudah seharusnya jika kita tinggal di satu kelompok masyarakat namun kita juga tidak boleh melupakan kehidupan di luar yang siapa tau bisa membantu kita mendapatkan kreatifitas yang lebih di bandingkan hanya dengan mempercayai adat.


·        Unsur Ekstrinsik :
-         Nilai Agama : Sarana penghubung batin dengan nenek moyang adalah dengan menyanyikan sebuah kidung. Sarana yang diajarkan oleh nenek moyangnya adalah sebuah kidung yang dinyanyikan oleh Sakarya dengan segenap perasaannya.

               Ana kidung rumeksa ing wengi
               Teguh ayu luputing lara
               Luputa bilahi kabeh                                    
               Jin setan datan purun
-         Nilai Sosial : Nilai yang di dapat yaitu atas kepercayaan masyarakat pada Ki Secamenggala, kemelaratan (kemiskinan), sumpah-serapah,irama calung dang seorang ronggeng.
-         Nilai Budaya : Kebudayaan ronggeng di Dukuh paruk yang sudah ada sejak lama dan di pertahankan.

·       Kelebihan dan Kekurangan
-         Kelebihan : di dalam cerita ini sarat akan nilai kemanusiaan dan penghormatan pada perempuan. Srintil merupakan simbol tokoh yang dijadikan sebagai semangat keperempuanan yang berjuang untuk keluar dari hitamnya zaman,dimana perempuan saat itu harus diperbudak oleh lelaki sebagai hawa nafsu dan selalu dikekang dalam memilih hidupnya sendiri. Sangat sarat dengan HAM.terutama lebih menekankan hak pribadi yang juga harus dimiliki seseorang (terutama perempuan).
Dan mengajarkan kita untuk selalu sadar dan ingat sejarah. Sejarah disini bukan harus ditutupi,namun dikaji dan direnungkan sebagai suatu ‘pedoman arah’ agar sejarah yang tak terulang di masa depan. Mungkin ini yang menjadi sensor dari rezim,yang banyak kritik dan pembongkaran sejarah G30S,sehingga banyak terkena sensor.

-         Kekurangan : Penceritaan yang bertele-tele dengan sisipan suasana desa yang begitu detail namun keluar dari alur cerita,sehingga cerita seolah menjadi tak konsisten dan terlalu jenuh. Dan yang paling kental adalah banyaknya kata-kata yang sangat seronok dan kasar,seperti Asu Buntung,Bajul Buntung,dan sebagainya yang begitu kasar dalam kasta Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia.

-         Kesimpulan : Kita jadi bisa tahu aspek-aspek kemasyarakatannya, maka sesuai jika mengkaji isi dari cerita ini yang konon sangat memiliki esensi budaya dan adat istiadat yang melekat erat di masyarakatnya. Dan Ronggeng Dukuh Paruk banyak sekali terdapat konteks kehidupan masyarakat Jawa dan kental akan berbagai fungsi, seperti fungsi sosial, Fungsi Religiusitas. Fungsi Moralitas, Fungsi Didaktif, Fungsi Estetis, Fungsi Rekreatif dan fungsi kontrol sosial. Selain fungsi sastra, berbagai nilai kehidupan seperti nilai sosial, nilai budaya, nilai bermasyarakat, dan nilai religius juga terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk.