RESENSI NOVEL DAN FILM
TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
Nama Pengarang : Ahmad Tohari
Judul Novel : Ronggeng Dukuh Paruk
Tahun Terbit : 1982
Cetakan : 2003
Tebal Buku : 408 halaman
Penerbit : Pt. Gramedia Pustaka Utama
Sutradara : Ifa Isfansyah
Judul Film : Sang Penari
Pemeran Utama : - Prisia Nasution ( Srintil )
-
Oka Antara ( Rasus )
Tahun Terbit : 2011
Novel karya dari Ahmad Tohari ini
sangat populer sehingga oleh Ifa Isfansyah di
buat menjadi sebuah film yang sama seperti novelnya. Namun memang dalam penamaan
judul buku dan film itu berbeda mungkin karena nama dalam judul buku itu bila
di pandang dari sisi perfilm-an tidak baik maka di gantilah menjadi SANG
PENARI.
Sinopsis Film :
Di dalam Novel atau filmnya di
ceritakan bahwa di daerah Jawa Tengah masih ada tradisi yang di anut oleh masyarakat yaitu menjungjung
tinggi sebuah tradisi tarian ronggeng. Sebut saja desa itu adalah Dukuh Paruk
yang dulunya sempat mengalami masa
kelam pada tahun 1953 silam. Santayib, pembuat tempe bongkrek Dukuh Paruk,
tak sengaja menjual tempe bongkrek beracun, yang membunuh banyak warga,
termasuk Surti ronggeng Dukuh Paruk. Penduduk dusun mulai panik dan rusuh,
dan dalam kerusuhan tersebut, Santayib dan istrinya yang tidak mau di fitnah
karena tempe bongkreknya beracun. Mereka pun memakan tempe tersebut di depan
para warga dan benar tempe bongkrek itu beracun sehingga mereka pun meninggal
di tempat. Putri dari pembuat tempe tersebut yang tidak lain adalah Srintil
untungnya selamat di hari petaka untuk Dukuh Paruk dan dia pun di besarkan oleh
kakeknya yang bernama Sakarya. Dan setelah kejadian tersebut, Dukuh Paruk
kehilangan kehidupannya. Tarian ronggeng yang di puja warganya hilang karena
tidak ada penerus setelah kematian Surti.
Sepuluh tahun
kemudian, tahun 1963, Srintil dan Rasus yang sama-sama yatim piatu adalah teman
yang sangat dekat sejak kecil. Rasus sendiri juga menyimpan perasaan cinta pada
Srintil. Dengan kondisi Dukuh Paruk yang kelaparan dan mengalami depresi sejak
kehilangan sang penari ronggeng.
Srintil sendiri senang menari dari kecil. Kemampuan menarinya ternyata seperti
mengandung kekuatan magis yang membuat Sakarya yakin bahwa Srintil bisa menjadi
ronggeng. Suatu hari Sakarya
mendapat pertanda bahwa Srintil akan menjadi ronggeng besar dan mampu menyelamatkan Dukuh Paruk dari
kelaparan. Dia kemudian meyakinkan Srintil untuk menjadi ronggeng dan meminta Kertareja, dukun ronggeng Dukuh Paruk untuk
menjadikan Srintil seorang ronggeng.
Srintil percaya bahwa dengan menjadi ronggeng,
dia bisa membayar dosa kedua orang tuanya dalam insiden tragis sepuluh tahun
lalu. Dia kemudian mencoba untuk membuktikan dirinya dengan menari di makam Ki
Secamenggala, pendiri Dukuh Paruk. Walaupun gagal meyakinkan Kartareja pada
kali pertama, Rasus yang menaruh simpati pada tekad Srintil menolong Srintil
dengan memberinya benda temuannya, sebuah pusaka ronggeng milik Surti, ronggeng
Dukuh Paruk yang telah tiada. Setelah melihat pusaka tersebut, Sakarya akhirnya
berhasil meyakinkan Kartareja. Srintil kemudian dipermak dan dirias oleh Nyai
Kartareja untuk menjadi seorang ronggeng.
Kemunculan Srintil membuat kehidupan Dukuh Paruk
lebih baik dari sebelumnya, karena sang penerus ronggeng mereka sudah ada
kembali. Kepopuleran Srintil yang sampai ke Desa Dawuan,
membuat Rasus, teman kecil sekaligus orang yang mencintainya, tidak senang dan
nyaman. Menjadi ronggeng
berarti bukan hanya dipilih warga dukuh untuk menari, namun juga untuk menjadi
"milik bersama". Srintil harus melayani banyak lelaki di atas ranjang
setelah menari. Setelah keberhasilan Srintil menari di makam Ki Secamenggala,
Srintil harus menjalani ritual terakhir sebelum dia benar-benar bisa menjadi ronggeng yang disebut Bukak Klambu, di mana keperawanannya
akan dijual kepada penawar tertinggi. Hal ini mengecewakan Rasus, yang
mengatakan pada Srintil bahwa dia tidak senang dengan keputusannya menjadi ronggeng. Srintil mengatakan bahwa
dia akan memberikan keperawanannya kepada Rasus, dan pada hari Bukak Klambu mereka berhubungan seks
di sebuah kandang kambing. Malam itu juga, Srintil berhubungan seks dengan dua
"penawar tertinggi" lainnya dan menjadi ronggeng sejati.
Hancur hatinya,
Rasus memutuskan untuk pergi dari Dukuh Paruk, meninggalkan Srintil yang patah
hati. Dia kemudian bergabung dengan sebuah batalyon TNI yang bermarkas tak jauh dari Dukuh
Paruk, di mana ia berteman dengan Sersan Binsar
yang juga mengajarkan dia membaca. Sementara itu, warga Dukuh Paruk yang
dirundung kelaparan dan kemiskinan bertemu dengan seorang aktivis dan anggota Partai Komunis Indonesia, Bakar tiba di
Dukuh Paruk dan meyakinkan petani Dukuh Paruk untuk bergabung dengan partai
komunis, untuk menyelamatkan wong
cilik (kelas bawah) Dukuh Paruk dari kelaparan, kemiskinan,
dan penindasan para tuan tanah yang serakah.
Namun kemudian malapetaka politik
terjadi di Jakarta tahun 1965, dan karena kebodohan mereka tentang politik,
warga dukuh Paruk pun ikut terseret karena "keterlibatan" mereka
dalam acara-acara kesenian rakyat tersebut. Setelah terjadinya percobaan kudeta yang gagal di Jakarta, Rasus dikirim
oleh Sersan Binsar dalam misi untuk "mengamankan" orang-orang partai
komunis di daerah. Namun, ketika giliran Dukuh Paruk tiba karena ikut terseret
ke dalam pembantaian berdarah itu, Rasus
bergegas kembali, meninggalkan rekan pasukannya ke kampung halamannya untuk
mencari dan menyelamatkan cintanya, Srintil. Cinta mereka harus menghadapi
akhir yang tragis di tengah-tengah situasi tergelap dalam sejarah politik
Indonesia. Rasus menemukan Dukuh Paruknya telah hancur dan warganya telah
hilang seperti ditelan bumi, hanya menyisakan Sakum yang buta. Sakum meminta
Rasus untuk secepatnya mencari Srintil, namun pencarian Rasus akhirnya sia-sia.
Rasus tiba di sebuah tempat tersembunyi
tepat pada saat Srintil dan warga Dukuh Paruk dibawa oleh kereta pengangkut dan
menghilang entah ke mana. Dan menurut kabar berita Srintil menjadi gila karena
di kurung bertahun-tahun.
Selang beberapa tahun Srintil pulang
ke Dukuh Paruk setelah dua tahun mendekam dalam tahanan politik dengan kondisi
kejiwaan yang sangat tertekan. Ia berjanji menutup segala kisah dukanya selama
dalam tahanan dan bertekad melepas predikat ronggengnya untuk membangun sebuah
kehidupan pribadinya yang utuh sebagai seorang perempuan Dukuh Paruk, meskipun
tidak mengetahui sedikitpun keberadaan Rasus.
Srintil bertemu dengan Bajus. Bajus
berjanji akan menikahi Srintil, sehingga Srintil berusaha mencintai Bajus. Tapi
Srintil sangat kecewa, karena Bajus ternyata lelaki impoten yang justru hanya
berniat menawarkannya kepada seorang pejabat proyek. Srintil pun mengalami
goncangan jiwa dan akhirnya menderita sakit gila sampai akhirnya dibawa ke
rumah sakit jiwa oleh Rasus.
“Malam telah sempurna
gelap sebelum Nyai Sakarya dan Srintil mencapai Dukuh Paruk. Bulan tua baru
akan muncul tengah malam sehingga cahaya bintang leluasa mendaulat langit.
Kilatan cahaya bintang beralih memberi kesan hidup pada rentang langit. Tetapi
bila kilatan cahaya itu berlangsung beberapa detik lamanya, dia menimbulkan
rasa inferior; betapa kecilnya manusia di tengah keperkasaan alam. Di bawah
lengkung langit yang megah Nyai Sakarya beserta cucunya merasa menjadi semut
kecil yang merayap-rayap di permukaan bumi, tanpa kuasa dan tanpa arti sedikit
pun.”
·
Unsur Intrinsik
:
1.
Tema : tentang
kebudayaan di dalam suatu daerah yaitu budaya Ronggeng.
2.
Tokoh dan penokohan :
Tokoh tokoh
dalam novel atau film di atas yang menonjol di antaranya Srintil sang ronggeng,
Rasus sebagai tentara, Sakarya, Kartareja dan istrinya.
-
Srintil : seorang anak yatim piatu yang bercita-cita
sebagai ronggeng. Mempunyai keahlian dalam memikat hati lelaki, pandal menari
dan juga cantik.
-
Rasus : seorang anak yatim piatu juga yang dari kecil
sudah mengagumi kecantikan srintil karena merasa sosok ibunya ada di diri
Srintil. Dia rajin, terbukti dia tumbuh menjadi pria dewasa di bawah pengawasan
tentara dan rela meninggalkan Dukuh paruk.
-
Sakarya : kakeknya Srintil yang sangat mematuhi adat,
dan sangat mempercayai keberadaan ki Secamenggala.
-
Kartareja dan istrinya : dukun ronggeng yang licik.
Karena pada saat ritual bukak klambu untuk permulaan menjadi ronggeng mereka
melakukan kelicikan pada sua orang pemuda yang berhasil membawa persyaratan
karena mereka tidak ingin kehilangan harta yang melimpah.
Ada pun tokoh-tokoh lainnya seperti Darsun, Warta, Sakum, Santayib, Istri
Santayib, Nenek Rasus, Nyai Sakarya, Siti, Ibu Siti, dan warga Dukuh Paruk
lainnya, juga sang leluhur yang sosoknya selalu disebut-sebut warga Dukuh
Paruk, Ki Secamenggala.
-
Alur : Campuran,
karena terkadang ceritanya melaju ke masa depan namun juga terkadang mengulas
masa lalu.
-
Setting : - Tempat :
Jawa Tengah, Pedesaan Dukuh Paruk, Desa Dawuan, Jakarta.
-
Waktu : Tahun 1946 dan 1965, di sore hari dan malam
hari
-
Sudut Pandang : di dalam
novel, pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama. Karena pengarang
menggunakan keakuannya pada tokoh Rasus yang seolah tahu semua hal yang terjadi
pada semua tokoh lainnya.
-
Amanat : Dalam isi
cerita novel tau filmnya dapat di ketahui bahwa amanat yang sangat jelas
terlihat adalah kita memang harus mempercayai adat yang ada karena itu memang
sudah seharusnya jika kita tinggal di satu kelompok masyarakat namun kita juga
tidak boleh melupakan kehidupan di luar yang siapa tau bisa membantu kita
mendapatkan kreatifitas yang lebih di bandingkan hanya dengan mempercayai adat.
·
Unsur
Ekstrinsik :
-
Nilai Agama : Sarana
penghubung batin dengan nenek moyang adalah dengan menyanyikan sebuah kidung.
Sarana yang diajarkan oleh nenek moyangnya adalah sebuah kidung yang
dinyanyikan oleh Sakarya dengan segenap perasaannya.
Ana kidung
rumeksa ing wengi
Teguh ayu
luputing lara
Luputa bilahi
kabeh
Jin setan
datan purun…
-
Nilai Sosial : Nilai yang
di dapat yaitu atas kepercayaan masyarakat pada Ki Secamenggala, kemelaratan
(kemiskinan), sumpah-serapah,irama calung dang seorang ronggeng.
-
Nilai Budaya : Kebudayaan
ronggeng di Dukuh paruk yang sudah ada sejak lama dan di pertahankan.
·
Kelebihan dan
Kekurangan
-
Kelebihan : di dalam
cerita ini sarat akan nilai kemanusiaan dan penghormatan pada perempuan.
Srintil merupakan simbol tokoh yang dijadikan sebagai semangat keperempuanan
yang berjuang untuk keluar dari hitamnya zaman,dimana perempuan saat itu harus
diperbudak oleh lelaki sebagai hawa nafsu dan selalu dikekang dalam memilih
hidupnya sendiri. Sangat sarat dengan HAM.terutama lebih menekankan hak pribadi
yang juga harus dimiliki seseorang (terutama perempuan).
Dan mengajarkan
kita untuk selalu sadar dan ingat sejarah. Sejarah disini bukan harus
ditutupi,namun dikaji dan direnungkan sebagai suatu ‘pedoman arah’ agar sejarah
yang tak terulang di masa depan. Mungkin ini yang menjadi sensor dari
rezim,yang banyak kritik dan pembongkaran sejarah G30S,sehingga banyak terkena
sensor.
-
Kekurangan : Penceritaan
yang bertele-tele dengan sisipan suasana desa yang begitu detail namun keluar
dari alur cerita,sehingga cerita seolah menjadi tak konsisten dan terlalu
jenuh. Dan yang paling kental adalah banyaknya kata-kata yang sangat seronok
dan kasar,seperti Asu Buntung,Bajul Buntung,dan sebagainya yang begitu kasar
dalam kasta Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia.
-
Kesimpulan : Kita jadi
bisa tahu aspek-aspek kemasyarakatannya, maka sesuai jika mengkaji isi dari
cerita ini yang konon sangat memiliki esensi budaya dan adat istiadat yang
melekat erat di masyarakatnya. Dan Ronggeng Dukuh Paruk banyak sekali terdapat
konteks kehidupan masyarakat Jawa dan kental akan berbagai fungsi, seperti
fungsi sosial, Fungsi Religiusitas. Fungsi Moralitas, Fungsi Didaktif, Fungsi
Estetis, Fungsi Rekreatif dan fungsi kontrol sosial. Selain fungsi sastra,
berbagai nilai kehidupan seperti nilai sosial, nilai budaya, nilai
bermasyarakat, dan nilai religius juga terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh
Paruk.
Keren Kak....
BalasHapus